Kamis, 08 Desember 2016

Ciamis, (Harusnya) Melanjutkan Semangat Aksi Santri Ciamis-Jakarta


Setelah aksi Santri Longmarch Ciamis-Jakarta kemarin, hampir semua orang membicarakan Ciamis. Baik yang pro maupun kontra. Bahkan sampai ada yang bilang dan dipakai slogan : Ciamis Agamis, Ciamis Manis, Ciamis Patriotis dan Ciamis Karuat Bitis. Intinya Ciamis Mendunia!

Aksi santri Ciamis kemarin, dianggap oleh sebagian orang, bahwa ini adalah skenario Tuhan. Benar, memang setiap peristiwa adalah dalam ketentuan-Nya. Namun bagi kita, tidaklah Allah SWT memperlihatkan kekuasaan-Nya, melainkan harus menjadi bahan pelajaran dalam perjalanan hidup sebagai manusia.
Ada satu kata yang harus digaris bawahi dalam hal ini; SANTRI.
Terlepas dari hiruk pikuk pertarungan idelogi dan politik di luar sana. Bagi orang Ciamis, baik yang pro maupu kontra dalam aksi kemarin, kita harus mencoba melihat dari perspektif yang berbeda. Jiwa santri lah yang menggerakan ini. Jiwa santri yang dulu melawan penjajah Belanda, Jepang. Hikmah dari kejadian ini, mungkin, Allah SWT tengah menunjukkan kepada kita pada sesuatu. Sesuatu yang besar! Sesuatu yang bisa merubah cara pandang hidup dan kehidupan, khususnya bagi warga Ciamis. Kita boleh berbangga, orang mengelu-ngelukan Ciamis. Tapi sesungguhnya, ini momentum penting bagi warga Ciamis, untuk meneruskan semangat ini sebagai awal perubahan bagi Ciamis khususnya, dan juga bagi Indonesia.
Saya pribadi, bisa benar atau bahkan keliru, salah satu jalan meneruskan semangat ini adalah dengan menggalakan sebuah 'Gerakan Ciamis Yang Agamis dengan cara Kembali Ke Pesantren'.
Mengapa harus ke pesantren?
Pertama, Pesantren adalah 'Bapak' pendidikan di Indonesia. Departemen Agama (kini; Kementerian Agama) mencatat sebagai lembaga pendidikan pesantren telah berdiri di Indonesia sejak tahun 1062. Bahkan hal ini pun dibantah oleh sebagian pakar sejarah lain, pesantren di Indoensia bahkan lebih jauh telah ada sebelum tahun tersebut. Sebelum datangnya penjajah Belanda, pesantren bisa di bilang adalah satu-satunya lembaga pendidikan khas Indonesia. Kedua, Setelah penjajah Belanda masuk, mulailah pendidikan di Indonesia mengadopsi pendidikan gaya modern. Dan, pesantren pun di kategorikan dengan istilah pendidikan tradisional. Saya pernah membaca, sesungguhnya pada masa-masa perjuangan kemerdekaan, ada yang menyimpulkan, bahwa sesungguhnya keberagamaan bangsa kita dalam dunia pendidikan terbagi dua. Pernah dengar istilah Kaum Santri dan Abangan? Dalam dunia pendidikan, mereka bilang juga seperti itu. Disahkannnya pendidikan formal bagi negara ini sesungguhnya adalah pertarungan dan perebutan antara dunia pendidikan pesantren dan pendidikan modern. Namun, kadung dicap sebagai pendidikan tradisional, pesantren sampai kini hanya sebuah pendidikan non formal. Saya berkhayal, andaikan saat itu pendidikan formal yang disahkan dan diakui pemerintah adalah pesantren, mungkin, ini mungkin ya. Bangsa ini tidak akan mengalami kriris mental. Ketiga, Saya teringat obrolan uwa saya, pendidikan umum kita ibaratkan kita merokok kretek. Pertama, sebelum dibakar rokok itu kita simpan ditempat yang baik, dielus-elus. Tapi setelah habis dibakar, dan jadi puntung, dibuang deh. Ya, bukan menjelekan, tapi kita renungkan saja, he. Dan, banyak lagi, fakta lainnya.
'
Nah, sekarang bagaimana caranya 'Gerakan Ciamis Yang Agamis dengan cara Kembali Ke Pesantren?' Bukankah, saat ini telah berjalan? Ada program Magrib Mengaji, Pesantren Kilat, Pesantren Ramadhan, Pendidikan Diniyah, Ajengan Masuk Sekolah, Gerakan Ayo Mondok? Iya, memang itu adalah sebagai salah satu usaha pemerintah atas kepeduliannya dalam mencerdaskan dan membina mental (baca: akhlaq) rakyatnya. Namun, secara pribadi, mumpung semangat ini masih hangat, mungkin ada metode lain. Khususnya di Ciamis, agar pembinaan generasi mudanya lebih terarah. Intinya, bagaimana menjadikan Ciamis yang Agamis itu dengan sebenar-benarnya. Mari kita pikirkan sama-sama!
Saya berandai-andai, bisa tidak ya ada Perda wajib mesantren bagi generasi muda di Ciamis? Ha ha

Posting Komentar